Tradisi Fenomenologi dalam Teori Komunikasi

Beberapa waktu lalu, saya telah menulis sekedar pengantara mengenai tradisi semiotik dalam teori komunikasi. Dalam tulisan ini, saya akan membahas pengantar dalam memeahami tradisi fenomenologi dalam ilmu komunikasi. Selamat membaca..

Teori-teori dalam tradisi fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang.

Gagasan utama dari tradisi ini bermula pada Istilah phenomenon yang mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian atau kondisi yang dilihat. Oleh karena itu, fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. Fenomenologi membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. Semua yang dapat anda ketahui adalah apa yang anda alami. Stanley Deetz, menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi.

Pertama. pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar, kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. Kedua, makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang dengan kata lain bagaimana anda berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi anda. Ketiga, adalah bahwa bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.

Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis. Interpretasi terkadang dikenal dalam istilah bahasa jerman Verstchen (pemahaman), merupakan proses menentukan makna dengan pengalaman. Dalam perspektif semiotik, interpretasi dianggap terpisah dari realitas tapi dalam fenomenologi, interpretasi biasanya membentuk apa yang nyata bagi seseorang. Anda tidak dapat memisahkan realitas dari interpretasi. Interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur antara mengalami dan kejadian atau situasi dan menentukan maknanya.

Keragaman tradisi ini dapat dibagi menjadi tiga kajian umum membuat beberapa tradisi fenomenologis: fenomenologi klasik, fenomenologi persepsi, fenomenologi hermeunitik. Fenomenologi klasik biasanya dihubungkan dengan Edmund Husserel, pendiri fenomenologi modern. Ia berusahaa mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang terfokus baginya. Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman langsung dengan catatan kita harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu. Agar dapat mencapai kebenaran melalui perhatian sadar, bagaimanapun juga, kita harus mengesampingkan atau mengurungkan kebiasaan kita. Kita harus menyingkirkan kategori-kategori pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan dalam melihat sesuatu agar dapat mengalami sesuaatu dengan sebenar-benarnya. Pendekatan Husserel sangat objektif: dunia dapat dialami tanpa harus membawa kategori-kategori pribadi seseorang agar dapat terpusat pada proses.

Berbeda dengan Husserel, para ahli fenomenologi saat ini menganut ide bahwa pengalaman itu subjektif bukan objektif dan percaya bahwa subjektiftas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Maurice Merleau Ponty, tokoh penting dalam tradisi kedua ini dihubungkan dengan apa yang disebut fenomenologi persepsi. Sebuah reaksi yang menentang objektifitas sempit milik Husserel. Baginya, manusia merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di dunia. Kita dipengaruhi dunia tetapi kita juga mempengaruhi dunia dengan bagaimana kita mengalaminya. Menurutnya, sesuatu tidak ada dengan sendirinya dan terpisah dari bagaimana semuanya diketahui.

Cabang ketiga adalah fenomenologi hermeunitik, agak mirip dengan yang kedua tetapi tradisinya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap pada komunikasi. Fenomenologi hermeunitik dihubungkan dengan Martin Heidegger. Hal yang paling penting bagi Heidegger adalah pengalaman alami yang tak terelakan terjadi hanya dengan tinggal di dunia. Baginya, ralitas sesuatu itu tidak diketahui dengan analisis yang cermat atau pengurangan, melainkan oleh pengalaman alami yang diciptakan oleh pengguna bahas dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang nyata adalah apa yang dialami melalui penggunaan bahasa dalam konteksnya. Dalam kata dan bahasa, segala sesuatunya menjadi ada. Komunikasi merupakan kendaraan yang menentukan makna berdasarkan pengalaman. Ketika berkomunikasi, kita mencari cara-cara baru dalam melihat dunia. Bahasa dimassukkan bersama dengan makna dan secara terus menerus mempengaruhi pengalaman kita akan akan kejadian dan situasi. Konsekuensinya, tradisi fenomenologi ini yang menyatukan penglaman dengan interaksi bahasa  dan sosial tentu sesuai dengan kajian komunikasi. Sebagai pengantar, cukup dulu sampai disini, sampai jumpa di lain kesempatan.

(Catatan:  gagasan dalam tulisan ini mengacu pada buku Theories of Human Communication karya W. Littlejohn, Karen A. Foss yang terbit tahun 2014. Selain itu, tulisan ini juga mengacu pada buku dari Morissan yang berjudul Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa yang terbit tahun 2014)

 

 

 

Leave a comment